Ditambahlagi keinginan masyarakat menggunakan transportasi umum yang masih rendah. Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan ada beberapa faktor yang membuat masyarakat enggan menggunakan transportasi umum, yaitu: 1. Tidak memiliki jadwal yang pasti. 2. Angkutan umum tidak memberikan kepastian waktu tempuh. 3. Rute trayek angkutan umum terbatas. 4.
1Kajian Prasarana Transportasi Pendukung Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Sidoarjo Dira Arumsani 3214205006 Program Magister Manajemen Pembangunan Kota Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: dira.arumsani@ semakin meningkatnya
Melaluicitra penginderaan jauh beresolusi tinggi, dapat diidentifikasi titik-titik kemacetan sehingga pengguna data dapat mencari rute alternatif untuk menghindari kemacetan di jalan. 5. Hasil perekaman Landsat TM pada suatu wilayah menunjukkan perbukitan dan pegunungan.
Transportasiyang bisa mengurangi kemacetan karena masyarakat beralih untuk menggunakan transportasi umum. Namun apakah benar demikian? Sebab banyak sekali kebijakan yang tidak bisa dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengurangi kemacetan di daerahnya seperti kebijakan mempersulit kredit kendaraan, meningkatkan pajak, dan kebijakan
Transportasionline juga sebenarnya patut diberi apresiasi, karena mobilitas menjadi lebih efektif dan efisien. Kendaraan tidak perlu menumpuk di satu tempat untuk mencari penumpang. Motor, mobil, maupun taksi online baru mengisi jalan raya begitu ada orderan. Apalagi motor yang tidak terlalu membutuhkan banyak tempat di jalan raya. 3.
4Ihf. _Presiden Jokowi meminta para kepala daerah menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD untuk menahan laju insflasi akibat penyesuaian harga bahan bakar minyak BBM_ _Pemerintah dengan Pak Gubernur dengan Bupati dan Wali Kota juga bergerak, *ongkos transportasi*, barang-barang yang mengalami kenaikan itu *ditutup dari APBD*, Ini juga akan mengurangi kenaikan harga barang dan jasa Balikpapan, Kalimantan Timur, 25/10,2022_ Modal share angkutan umum banyak kota di manca negara, seperti Singapura, Tokyo, Hongkong, Seoul, Beijing sudah di atas 50 persen. Bahkan di Kuala Lumpur dan Bangkok kisaran 20 persen – 50 persen. Sementra kota di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Palembang, Semarang, Surabaya, Denpasar, Makassar kurang dari 20 persen. Belum lagi banyak kota di Indonesia yang sudah tidak ada lagi layanan transportasi umum. Yang masih tersisa dengan armada bus yang bagus di Indonesia adalah transportasi umum antar kota antar provinsi. Kerugian ekonomi akibat kemacetan di Jakarta Rp 65 triliun per tahun. Kota Semarang, Surabaya, Bandung, Medan, Makassar sudah mencapai Rp 12 trilun per tahun sudah melebihi APBD kotanya. Tapi upaya untuk mengembalikan layanan transportasi umum masih belum memberikan hasil yang maksimal. Berdasarkan data Kementerian ESDM tahun 2012, alokasi BBM terbesar digunakan terbanyak oleh kendaraan pribadi 53 persen mobil dan 40m persen sepeda motor dan angkutan barant 4 presen. Sisanya 3 persen digunakan oleh transportasi umum. Negara ini perlu melakukan penghematan BBM, lantaran sekarang 50 persen lebih BBM sudah impor. Satu-satunya yang dapat dilakukan itu adalah *memperbanyak layanan transportasi umum di seluruh pelosok negeri*. Agar penggunaan BBM lebih hemat dan subsidi BBM dari APBN berkuang. Penyediaan transportasi umum perkotaan berdasarkan amanah Pasal 158 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan pemerintah menjamin ketersediaan angkutan massal berbasis jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum di kawasan perkotaan. Diperkuat dengan Peraturan Menteri Nomor 9 tahun 2020 tentang Pemberian Subsidi Angkutan Penumpang Umum Perkotaan. Program _Buy the Service_ dilakukan dengan *membeli layanan* dari *operator* mensubsidi 100 persen biaya operasional kendaraan dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan. Pemerintah menjadi penanggung resiko penyediaan layanan angkutan dikarenakan tingginya Biaya Operasional Angkutan Massal. Pemerintah memberikan lisensi pelaksanaan pelayanan kepada operator yang memenuhi *Standar Pelayanan Minimal* Sejak 2022, ada *11 kota* yang sudah menerima bantuan penyelenggaraan transportasi umum perkotaan. Sebanyak 10 kota Program Teman Bus disubsidi Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dan 1 kota oleh Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek BPTJ. Sepuluh kota Medan. Palembang, Bandung, Purwokerto, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Banjarmasin, Denpasar, dan Makassar itu memiliki 48 koridor dilayani 741 armada bus dan 111 armada angkutan pengumpan _feeder_. Program Bis Kita untuk Trans Pakuan di Kota Bogor disubsidi melalui BPTJ memiliki 4 koridor dengan 49 armada bus. Saat ini, sudah ada *11 pemda* yang sudah mandiri mengelola transportasi umumnya, seperti Trans Koetaradja APBD Prov. Aceh, Trans Padang APBD Kota Padang, Trans Metro Pekanbaru APBD Kota Pekanbaru, Tayo APBD Kota Tangerang, Trans Semarang APBD Kota Semarang, Trans Jateng APBD Prov. Jateng, Trans Jogja APBD Prov. DIY, Trans Jatim APBD Prov. Jatim, Surabaya Bus APBD Kota Surabaya, Trans Banjarmasin APBD Kota Banjarmasin, Trans Banjarbakula APBD Prov. Kalsel. Pemkot. Palembang pernah memberikan subsidi untuk Trans Musi, namun sejak tahun 2022 dihentikan. Alokasi anggaran subsidi untuk program ini melalui Dirjenhubdat dimulai tahun 2020 untuk 5 kota Medan, Palembang, Yogyakarta, Surakarta dan Denpasar sebesar *Rp 56,9 miliar*, tahun 2021 untuk 10 kota sebesar *Rp 292,7 miliar*, tahun 2022 *Rp 550 miliar* dan tahun 2023 *Rp 625,7 miliar*. *Hasil evaluasi*Setelah hampir tiga tahun beroperasi, Direktorat Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan transportasi perkotaan di 10 kota. *Pertama*, jumlah penumpang Program Teman Bus di 10 kota dengan skema _buy the service_ BTS mengalami tren peningkatan. Adanya _modal shifting_ dari pengguna kendaraan pribadi roda 2 atau 4 untuk berpindah menggunakan BTS. Ada potensi peningkatan okupansi dan perbaikan kualitas layanan BTS. Sebanyak *62 persen penumpangnya beralih dari sepeda motor ke Bus BTS*. *Kedua*, kehadiran insfrastruktur utama dan pendukung. Infrastruktur pendukung BTS di daerah masih belum memadai, seperti akses trotoar dan halte. Desain halte belum memberikan kemudahan untuk akses; dan rambu _bus stop_/penanda pemberhentian bus tidak terlihat/terpasang. *Ketiga*, layanan BTS. Rute yang dipilih masih belum sesuai _demand_. Masih ada trayek BTS Teman Bus berhimpitan dengan trayek angkutan umum eksisting dan konflik dengan operator eksisting di beberapa kota/provinsi yang dilayani BTS masih terjadi. Pada kondisi jam puncak _peak hour_ sebagian besar rencana _headway_ dan _on time performance_ tidak terpenuhi akibat kemacetan lalu lintas, parkir di badan jalan.
› Riset›Kombinasi Kebijakan untuk... Selain meningkatkan layanan sarana-prasarana transportasi umum, juga diperlukan sejumlah kebijakan yang mengatur pembatasan penggunaan kendaraan pribadi untuk mengurai kemacetan di wilayah Ibu Kota. Oleh Debora Laksmi Indraswari 6 menit baca KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHOSuasana kemacetan lalu lintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Jumat 10/3/2023. Kemacetan dan kepadatan lalu lintas hampir selalu menjadi pemandangan rutin di sejumlah titik ruas jalanan di Jakarta setiap menjelang akhir pekan. Peningkatan penjualan kendaraan menjadi salah satu penyebab kondisi tersebut. Jakarta menempati posisi ke-29 kota dengan tingkat kemacetan tinggi di dunia. Mengombinasikan sejumlah kebijakan menjadi strategi komprehensif untuk mengatasi kemacetan di Jakarta yang terus meningkat. Penyediaan sarana dan prasana transportasi umum menjadi solusi sangat penting untuk mengatasi kepadatan kendaraan. Di luar itu, dibutuhkan solusi kebijakan lainnya agar penggunaan kendaraan bermotor pribadi dapat pusat pemerintahan dan ekonomi nasional, Jakarta dan wilayah di sekitarnya harus menanggung kemacetan sebagai konsekuensi. Besarnya arus urbanisasi ke kawasan Jabodetabek membuat wilayah Ibu Kota dan sekitarnya identik dengan mobilitas masyarakat yang tinggi dan juga lalu lintas yang semrawut. Fenomena ini menuntut wilayah greater Jakarta untuk terus membenahi sistem transportasi dan manajemen lalu lintasnya menjadi lebih baik seiring dengan pesatnya jumlah penduduk dan unit kendaraan. Pada tahun 2010, data Jabodetabek Urban Transportation Policy Integration I JUTPI I menyebutkan, total perjalanan di area Jabodetabek sudah mencapai 45 juta perjalanan per hari. Mayoritas 19,4 juta perjalanan berada di dalam wilayah Jakarta. Sementara itu, pada tahun 2018, data JUTPI II menunjukkan jumlah perjalanan telah menembus 88 juta perjalanan per hari. Arus mobilitas masih berpusat di dalam wilayah Jakarta dengan jumlah pergerakan 31,2 juta arus mobilitas tersebut kian diperparah dengan penggunaan kendaraan pribadi yang semakin bertambah. Menurut data BPS tahun 2019, sebanyak 73,3 persen komuter Jabodetabek menggunakan kendaraan pribadi untuk bepergian. Kondisi ini jauh berbeda dengan tahun 2004 ketika penggunaan transportasi pribadi oleh para komuter hanya sebesar 21,8 persen. Artinya, untuk perjalanan ulang-alik dari rumah ke tempat aktivitas setiap hari di wilayah Ibu Kota, masyarakat semakin memilih kendaraan pribadi sebagai sarana transportasi. Akibatnya, ruas-ruas jalan kian sesak dan padat sehingga titik-titik kemacetan kian kondisi tersebut, pemerintah mendorong pelaku perjalanan untuk berpindah moda transportasi dari kendaraan pribadi ke angkutan umum. Sejumlah sarana dan prasarana mulai dari jaringan transportasi umum, fasilitas pendukung, hingga infrastruktur kendaraan umum di Jabodetabek ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya. Tujuannya, agar masyarakat mau beralih sehingga mengurangi beban padatnya lalu juga Pembangunan Berorientasi Transit Butuh Perubahan PerilakuTransportasi publikSejauh ini, salah satu strategi mengurangi kemacetan yang paling digaungkan pemerintah adalah dengan meningkatkan jangkauan dan ketersediaan transportasi publik. Transportasi umum dirasa lebih efektif dan efisien karena satu unit kendaraan atau satu rangkaian moda transportasi dapat mengangkut pelaku perjalanan dalam jumlah banyak. Moda transportasi berbasis jalan raya dan rel kereta akan terus dioptimalkan pemanfaatannya sebagai solusi mengatasi kemacetan Ibu dari PT Kereta Commuter Indonesia pada 2022 menyebutkan jumlah penumpang KRL mencapai 215,1 juta orang. Dengan jumlah tersebut, rata-rata penumpang per hari orang yang diangkut oleh 109 rangkaian KRL dengan gerbong kereta komuter, transportasi publik berbasis rel berikutnya yang diterapkan di Ibu Kota adalah MRT. Pada tahun 2022, kereta MRT mampu mengangkut lebih dari 19,7 juta orang atau sekitar orang lain yang juga menjadi andalan untuk memenuhi kebutuhan mobilitas warga Jabodetabek adalah bus Transjakarta. Pada tahun 2021, dengan bus, Transjakarta telah membawa 123,8 juta penumpang. Untuk kian mengoptimalkan moda angkutan berbasis jalan raya ini, pemerintah daerah juga berupaya mengintegrasikannya dengan angkutan umum lainnya di Jabodetabek agar kian efektif mengurangi kepadatan kendaraan di beragam pilihan moda transportasi umum itu setidaknya menjadi alternatif bagi pelaku perjalanan, khususnya komuter, untuk bepergian sehari-hari. Pengguna kendaraan pribadi tidak lagi harus menempuh perjalanan dari tempat tinggal hingga ke lokasi aktivitas. Dengan adanya KRL atau MRT, misalnya, pelaku perjalanan hanya menggunakan kendaraan pribadi dari tempat tinggal ke menitipkan kendaraan, pelaku perjalanan dapat menggunakan moda KRL atau MRT hingga ke stasiun yang lokasinya terdekat dengan tujuan akhir. Berikutnya, komuter dapat melanjutkan perjalanan dengan angkutan umum lain, seperti bus adanya transportasi umum khususnya yang berbasis rel, peranannya sangat besar dalam membantu menyeimbangkan antara kebutuhan mobilitas dan prasarana jalan yang terbatas. Transportasi umum berkapasitas besar seperti KRL dan MRT dapat menampung lebih banyak pelaku perjalanan dalam sekali ARIYANTO NUGROHOSuasana antrean untuk naik KRL di Stasiun Bogor, Kota Bogor, Senin 6/7/2020 pagi. Penumpang harus mengantre sekitar dua jam untuk masuk peron stasiun. Upaya bantuan bus pengangkut penumpang KRL tidak bisa jadi solusi karena perbandingan kapasitas penumpang antara KRL dan bus yang berbeda jauh. Baca juga Tantangan Mengurangi Dominasi Kendaraan PribadiPada tahun 2022, misalnya, tercatat ada 11,8 juta orang yang mengakses KRL dari Stasiun Bogor. Jika dirata-rata, dalam sehari ada penumpang KRL dari Stasiun Bogor menuju daerah lain. Hal ini bisa diasumsikan jalan raya sepanjang relasi lintasan Bogor terhindarkan dari mobilitas orang per hari yang menggunakan kendaraan pribadi. Seandainya seluruh penumpang kereta komuter itu memilih menggunakan mobil yang berisi empat orang, beban jalan raya dari Bogor menuju arah Ibu Kota akan bertambah sekitar mobil strategiSayangnya, ketersediaan berbagai pilihan transportasi umum tersebut ternyata belum mampu menjadi solusi dalam mengurai kemacetan Ibu Kota. Indikasinya terlihat dari kemacetan yang tidak kunjung menurun meskipun ketersediaan dan jangkauan transportasi publik di Jakarta terus meningkat. Ironisnya, bertambahnya sarana transportasi umum itu juga disertai dengan penambahan jumlah kendaraan pribadi di jalanan. Alhasil, kemacetan masih menjadi rutinitas keseharian dan bahkan intensitasnya kian bertambah meningkatkan ketersediaan dan pelayanan transportasi umum itu tidaklah cukup dalam mengatasi kemacetan Ibu Kota. Sebaiknya juga harus disertai dengan pengurangan penggunaan kendaraan pribadi oleh masyarakat. Hal ini justru dirasa sangat krusial karena infrastruktur jalan yang tersedia di wilayah Jakarta dan sekitarnya sudah melebihi kapasitas dan hampir tidak mungkin ditambah lagi daya sebab itu, perlu ada kombinasi kebijakan pendukung lainnya agar menghasilkan solusi yang optimal dalam mengatasi kemacetan. Salah satu alternatif kebijakan yang dapat dilakukan dengan segala keterbatasan yang dihadapi pemerintah saat ini adalah dengan menggunakan pendekatan Transportation Demand Management TDM. Ciri khusus pendekatan TDM adalah menerapkan kebijakan ataupun program yang membatasi penggunaan kendaraan bermotor dalam sistem lalu lintas jalan tersebut relatif cocok bagi kota-kota besar yang sulit mengatasi kemacetan dengan menyediakan infrastruktur jalan karena ketersediaan lahan yang terbatas. Untuk itu, diterapkanlah cara lain melalui mekanisme modifikasi permintaan atas transportasi dengan memengaruhi pilihan pelaku perjalanan dalam hal moda, rute, dan waktu sejumlah negara, seperti Swedia dan Singapura, pendekatan itu cukup ampuh dalam mengurangi kemacetan terutama di kota-kota besar. Jakarta sebagai salah satu kota metropolitan yang relatif kesulitan membangun infrastruktur dengan pendekatan supply side, maka konsep TDM menjadi cukup relevan untuk dikembangkan. Peningkatan sarana dan prasarana transportasi publik itu yang saat ini terus dikembangkan sebetulnya sudah mengadaptasi pendekatan TDM itu. Hanya saja, belajar dari negara-negara lain, penerapan TDM memerlukan kombinasi strategi dengan ketat agar menghasilkan output yang tiga strategi TDM yang dapat digunakan untuk mengatasi kemacetan di kota-kota besar seperti Jakarta. Terdiri dari upaya tarikan pull dengan memperbaiki pilihan mobilitas, upaya dorongan push menggunakan kebijakan berbasis ekonomi, dan kombinasi pull-push dengan kebijakan tata guna lahan yang terintegrasi. Jakarta telah mengombinasikan ketiga strategi itu, misalnya melalui penyediaan transportasi umum, pembatasan mobilitas berdasarkan pelat kendaraan ganjil genap, ataupun dengan konsep transit oriented development TOD.KOMPAS/HERU SRI KUMOROPembangunan Serambi Temu Dukuh Atas, Jakarta, Kamis 22/9/2022. Serambi ini terintegrasi dengan Stasiun LRT Dukuh Atas, halte Transjakarta, dan Stasiun KA Sudirman. Serambi Dukuh Atas merupakan bagian dari pengembangan transit oriented juga Analisis Litbang ”Kompas” Sinkronisasi Strategi ”Pull” dan ”Push” Atasi KemacetanDari ketiga strategi tersebut, hanya strategi pertama yang benar-benar berfungsi di Jakarta. Ke depan, butuh upaya dorongan menggunakan kebijakan berbasis ekonomi ataupun kebijakan tata guna lahan yang lebih ketat lagi. Kebijakan berbasis ekonomi seperti penerapan biaya parkir, tarif tol, biaya kemacetan, ataupun tarif penggunaan jalan raya road pricing perlu untuk terus didorong agar penggunaan kendaraan bermotor di jalan raya dapat ditekan. Tentu saja upaya dorongan ini perlu didukung dengan strategi ketiga, misalnya mengatur ketat kawasan parkir, tarif tol yang terus disesuaikan, hingga penerapan aturan secara tegas pada area road masa depan, kondisi jalanan diperkirakan akan semakin padat seiring tren pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat. Pada 2035, penduduk di Jabodetabek diproyeksikan mencapai 45,3 juta jiwa atau jauh lebih banyak dibandingkan prediksi pada 2020 yang berjumlah 35,3 juta jiwa. Apabila tahun 2020 kondisi kemacetan di wilayah Jakarta dan sekitarnya sudah memprihatinkan, dapat dibayangkan tahun 2035 pasti akan semakin parah dan menyulitkan dalam karena itu, upaya untuk mengurangi kemacetan di wilayah Jakarta dan sekitarnya perlu terus ditingkatkan sesuai dengan perkembangan kota. Tidak hanya dengan peningkatan layanan sarana-prasarana transportasi umum saja, tetapi juga dengan dorongan dari kebijakan berbasis ekonomi dan tata ruang perkotaan sehingga dapat mengurai akar permasalahan secara maksimal. LITBANG KOMPAS EditorBUDIAWAN SIDIK ARIFIANTO
JAKARTA, - Wakil Gubernur Wagub DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, pihaknya akan tetap mengoptimalkan pelayanan transportasi publik. Dengan optimalisasi pelayanan transportasi umum, masyarakat pengguna kendaraan pribadi diharapkan beralih menggunakan transportasi umum untuk mengurangi kemacetan di Jakarta. Riza pun mengakui saat ini Ibu Kota kembali macet karena pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat PPKM sudah dilonggarkan."Langkah-langkah kemarin kan banyak sekali yang dilakukan, di antaranya kami terus mengoptimalkan transportasi publik seperti transJakarta, kami tingkatkan pelayananannya," kata Riza di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu 6/4/2022 Baca juga Jakarta Macet Lagi, Pemprov DKI Kaji Opsi Perluasan Ganjil Genap "Kami juga nempersiapkan integrasi transportasi, kami lakukan," lanjut dia. Pemprov DKI Jakarta, kata Riza, berjanji akan terus melakukan perbaikan transportasi publik."Agar nanti semaksimal mungkin kita gunakan, kita manfaatkan transportasi publik, agar DKI Jakarta bisa lebih baik lagi, termasuk juga peningkatan jalur sepeda juga kami tingatkan," ucap Riza. Selain itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah mengkaji opsi untuk memperluas kebijakan pembatasan kendaraan dengan mekanisme ganjil genap. Baca juga Wihara Tertua di Jakarta Sediakan 300 Porsi Makanan Buka Puasa Setiap Hari untuk Umat Islam Hal ini dilakukan karena kondisi kemacetan di Ibu Kota belakangan makin parah setelah adanya pelonggaran aktivitas pasca-menurunnya kasus Covid-19. "Sekarang makin banyak kendaraan yang keluar karena banyak pelonggaran," ujar Riza, Jumat 1/4/2022, dilansir dari Tribun Jakarta. Riza mengatakan, Dinas Perhubungan Dishub kini masih mengevaluasi lalu lintas di Ibu Kota. "Dishub pelajari dulu kemacetan di Jakarta," kata dia. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
masyarakat menggunakan transportasi umum untuk mengurangi kemacetan di jalan